A. Pengertian Amar-Nahi
1) Lafadz amar
1. Pengertian amar (tuntutan perbuatan dari yg lebih tinggi kedudukannya kepada yang lebih rendah kedudukannya
2. lafalz yang mengandung pengertian perintah .
3. Sighot amar :
a) Berbentuk fiil amar/ perintah langsung, misalnya: QS.al-baqarah: 42:
b) Berbentuk fiil mudlori’ yang didahului lam amar; QS: Al-haj: 29.
c) Berbentuk lainnya yang semakna, seperti lafal farodlo, kutiba dsb
2) Makna amar antara lain:contoh:
2.1) Ijab (wajib ), contoh QS Al-Baqarah : 43:
2.2) Nadb (anjuran ): contoh firman Allah QS annur:33
2.3) Ta’dib (adab )
2.4)Taskhir / penghinaan ( QS.Al-baqarah: 65 )
2.5). ta’jiz ( melemahkan )
2.6)Taswiyah/ mempersamakan
2.7)Tamanni (angan-angan )
يا ليلُ طُلْ يا نومُ زُلْ
2.8) Do’a ( berdo’a )
2.9) Ihanah ( meremehkan )
2.10) Imtinan
3.)Dilalah dan tuntunan amar:
a) Menunjukkan wajib, seperti dijelaskan Zakariya Al-Bardisy bahwa amar menunjukkan wajibnya suatu tuntutan yang secara mutlak selama tidak ada qarinah ( hubungan sesuatu ) dari ketentuan amar tersebut. Berdasarkan kaidah :
الا صلُ فى الا مر للو جو ب ولا تدلُّ على غيره الا بقرينة
Contoh firman Allah QS Al-a’raf; 12 , dan al-baqarah;34 berikut ini :
b) Menunjukkan anjuran (nadb) berdasarkan kaidah:
الا صلُ فى الا مر للندبِ
Arti yang pokok dalam amar/suruhan itu ialah menunjukkan anjuran ( nadb)
Suruhan itu adakalanya untuk suruhan (wajib) seperti shalat lima waktu, adakalanya untuk anjuran (nadb)seperti shalat dluha. Di antara kemestian (keharusan) dan anjuran yang paling diyakini adalah anjuran.
Kesimpulannya adalah amar tetap mengandung arti wajib,kecuali apabila amar tadi sudah tidak mutlak lagi, atau terdapat qarinah yang dapat mengubah ketentuan tersebut, sehingga amar itu berubah pula, yakni tidak menunjukkan wajib, tetapi menjadi bentuk yang menunjukkan hokum sunnah atau mubah dan sebagainya sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya
B. Lafadz Nahi
1. Pengertian nahi : lafadz yang menyuruh kita untuk meninggalkan sesuatu
Pekerjaan yang diperintahkan oleh orang yang lebih tinggi dari kita.
Maksud nahi yang sebenarnya adalah haram (riba) seperti dalam sebuah kaidah berikut ini :
الاصلُ فى النهي للتحريمِ
Contoh firman Allah QS Ali Imran; 130:
Karena lafadz la ta’kulu berbentuk nahi (larangan) , sedangkan ketentuan nahi itu ialah tahrim, maka makan harta riba itu haram, karena tidak diridloi Allah SWT, inilah hukum asli dari nahi. Hal ini berdasarkan QS Annisa’: 14:
Ayat tersebut menunjukkan bahwa orang yang melanggar batas Allah ( termasuk semua laranganNya) dia akan disiksa , padahal ketentuan haram itu adalah sesuatu yang apabila ditinggalkan akan disiksa .oleh karena itu , an-nahyu , menunjukkan haram, karena ada hubungannya dengan siksaan, kecuali apabila ada qarinah yang mempengaruhinya maka nahi tersebut tidak lagi menunjukkan hokum haram, tetapi menunjukkan hokum makruh , mubah, dan sebagainya, sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya itu
2. Sighot nahi:
Kalimat larangan yang tidak memiliki qarinah menunjukkan hakikat larangan yang mutlak.jika kalimat itu mempunyai qarinah tidak menunjukkan hakikat larangan, seperti firman Allah QS Annisa’; 34:
Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu kerjakan shalat dalam keadaan mabuk
Sighat Nahi ini mengandung pengertian antara lain sebagai berikut :
a) Untuk do’a
ربنا لا تؤا خذنا ان نسينا أو أخطأ نا
b) Untuk pelajaran
لا تسألوا عن أ شياء ان تبدَ لكُمْ تَسؤكمْ
c) Putus asa
لا تعتذروا اليومَ
d) Untuk menyenangkan /menghibur
ولا تحزنْ انّ الله معنا
e) Untuk menghardik, seperti perkataan majikan kepada pembantunya : “jangan engkau lakukan perbuatan itu.
3. Dilalah dan tuntutan Nahi:
a) Perintah sesudah larangan. Setelah memperhatikan segala perintah syara’ yang datang sesudah larangan, ternyata bahwa perintah sesudah larangan itu menunjukkan boleh (mubah), terkecuali jika ada nash yang menegaskan kefarduannya
b) Suruhan tidak menghendaki berulang kali dikerjakan.suruhan – suruhan syara’ tidak menghendaki supaya orang yang disuruh itu berulang-ulang mengerjakannya dan tidak pula menujukkan kepadanya agar satu kali saja mengerjakannya .perintah itu hanya memberi pengertian bahwa perbuatan tersebut harus dikerjakan.oleh karena itu, cukuplah kita menunaikan perintah tersebut dengan sekali mengerjakan saja
c) Suruhan tidak mengehendaki segera dikerjakan.suruhan yang dikaitkan dengan waktu akan gugur bila gugur waktunya karena harus dikerjakan dalam waktunya, sebagaimana yang dijelaskan dalam bab hukum.
Jika tidak terpaut dengan waktu , seperti kafarat dan mengqadla puasa yang ditinggalkan, maka para ahli ushul berselisih paham ( ada yang menyuruh untuk segera melaksanakannya ada pula yang tidak.akan tetapi banyak keterangan agama yang menyuruh kita segera melaksanakan perintah, di antaranya QS Ali-Imran;133:
4. Masa berlakunya nahi
Dalam sebuah kaidah disebutkan bahwa :
النهيُ عن الشيءِ أمْرٌ بِضِدّهِ
Melarang suatu perbuatan itu, mengandung ketentuan perintah melakukan kebalikannya. Maksudnya , kalau ada kata-kata :“jangan berdiri“ berarti „ duduklah“ , karena kebalikan dari berdiri ialah duduk.melarang sesuatu mengakibatkan perbuatan yang dilarang hukumnya menjadi rusak tidak sah. Artinya melakukan suatu perbuatan itu akan mengakibatkan perbuatan yang dilarang tadi apabila dilakukan hukumnya menjadi tidak sah (fasid) , sama saja perbuatan itu termasuk hissi , seperti zina atau termasuk syar’i seperti shalat.
Sebagimana dikatakan imam Saukani dalam kitab ushulnya Irsyadul fuhul bahwa : yang benar ialah sesungguhnya tiap-tiap nahi yang tidak membedakan antara ibadah dan muamalah menyebabkan perbuatan yang dilarang itu haram hukumnya, dan juga fasid hukumnya menurut syara’ berarti juga batal ( tidak sah)