Tugas UAS Take
Home Exs Tentang
Penerapan
Jiwa Kewirausahaan Dalam Pendidikan Islam
Yang di ampu
oleh : Drs. H. M. Hajar Dewantoro, M.Ag
Oleh :
Aziz Mudakir
10422053
Fakultas Ilmu
Agama Islam
Universitas
Islam Indonesia
A. Pengertian
1. Pengertian Kewirausahaan
Prasetyo (2009) mengemukakan bahwa kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan “Entrepreneurship”, dapat diartikan sebagai “the backbone of economy”, yang adalah syaraf pusat perekonomian atau pengendali perekonomian suatu bangsa. Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha atau suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan keinovasian untuk memecahkan permasalahan dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi sehari-hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian dan keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru.
Menurut Sudrajat (2011), sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Pakar kewirausahaan Peter F. Drucker (dikutip dalam Jayadi, 2010), mengartikan kewirausahaan sebagai kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Dalam pengertian ini, kewirausahaan terkait erat dengan kemampuan kreasi dan inovasi. Kemampuan wirausahawan adalah menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda dari yang lain, atau mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada sebelumnya.
Selanjutnya Sudrajat (2011) menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (dikutip dalam Sudrajat, 2011) mengatakan “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal menurut Soeparman Soemahamidjaja (dikutip dalam Sudrajat, 2011), dalam kenyataannya kewirausahaan tidak selalu identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan. Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup.
2. Pengertian Sosial Enterpeneur (kewirausahaan Sosial )
Eduardo Morato, Ketua Asian Institute Management (AIM) pada Tahun 1980-an, yang memperkenalkan social entrepreneurship dengan definisinya sebagai berikut : Wirausaha sosial merupakan orang atau lembaga inovatif yang memajukan penciptaan dan penyelenggaraan usaha yang berhasil bagi mereka yang membutuhkan. Wirausaha sosial berbeda dengan usaha yang lazim atau usaha niaga dengan satu ciri utama, yakni menaruh kepedulian pada upaya membantu kesejahteraan pihak lain daripada kesejahteraan diri sendiri. Pihak yang dibantu oleh Wirausaha sosial ialah golongan yang kurang beruntung atau lebih miskin di kalangan masyarakat (Morato (1994) dalam Saidi, 2005).
Menurut Yayasan Schwab (2008), sebuah yayasan yang bergerak untuk mendorong aktivitas social entrepreneurship menyatakan bahwa : para social entrepreneur menciptakan dan memimpin organisasi, untuk menghasilkan laba ataupun tidak, yang ditujukan sebagai katalisator perubahan sosial dalam tataran sistem melalui gagasan baru, produk, jasa, metodologi, dan perubahan sikap. Definisi tersebut memberikan penjelasan bagaimana para social entrepreneur memajukan perubahan sistemik pada lingkungan sosialnya dengan cara mengubah perilaku dan pemahaman atau kesadaran orang-orang di sekitarnya (Borstein, 2006, 2)
Semenjak negara kita dilanda krisis ekonomi, masyarakat berusaha dengan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. PHK kerap terjadi, terbatasnya lapangan pekerjaan juga meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia. Melihat kondisi tersebut, maka dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan SDM terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Ia tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Ia tidak hanya mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku sekolah/kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang sebagaimana tersebut adalah pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship, ialah jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi problema tersebut, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain. Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan, adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui kurikulum yang terintegrasi yang dikembangkan.
Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok, yaitu peluang dan kemampuan menanggapi peluang, Berdasarkan hal tersebut maka definisi kewirausahaan adalah “tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif.”
Dalam pandangan Islam, bekerja dan berusaha, termasuk berwirausaha boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia karena keberadaannya sebagai khalifah fil-ardh dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik. Kerangka pengembangan kewirausahaan di kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting. Karena pendidik adalah agent of change yang diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat dan watak serta jiwa kewirausahaan atau jiwa entrepreneur bagi peserta didiknya. Disamping itu jiwa entrepreneur juga sangat diperlukan bagi seorang pendidik, karena melalui jiwa ini, para pendidik akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif, produktif serta mandiri.
Dalam Islam, anjuran untuk berusaha dan giat bekerja sebagai bentuk realisasi dari kekhalifahan manusia tercermin dalam surat Ar-Ra’d: 11 yang maksudnya “ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali kaum itu mau merubah dirinya sendiri”. Menurut al-Baghdadi bahwa ayat ini bersifat a’am. Yakni siapa saja yang mencapai kemajuan dan kejayaan bila mereka sudah merubah sebab-sebab kemundurannya yang diawali dengan merumuskan konsepsi kebangkitan. (Yusanto & Kusuma, 2002).
3. Pengertian Pendidikan Islam
Menurut Marimba : Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian utama tersebut dengan istilah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Menurut Abdurrahman Nahlawi : Artinya : Pendidikan Islam ialah pengaturan pribadi dan masyarakat yang karenanya dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif.
Menurut Burhan Shomad : “Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi mahluk yang bercorak diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah dan isi pendidikannya untuk mewujudkan tujuan itu adalah ajaran Allah. Secara rinci beliau mengemukakan pendidikan itu baru dapat disebut pendidikan Islam apabila memiliki dua ciri khas yaitu :
a. Tujuannya untuk membentuk individu menjadi sosok pribadi yang ideal menurut ukuran Al-Qur’an.
b. Isi pendidikannya ajaran Allah yang tercantum dengan lengkap di dalam Al-Qur’an dan pelaksanaannya di dalam praktek kehidupan sehari-hari sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Mustofa Al-Ghulayani : Bahwa pendidikan Islam ialah menanamkan akhlaq yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlaq itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.
Sedangkan Pengertian Pendidikan Islam Kontemporer adalah Sistem pendidikan yang berdasarkan nilai-nilai Islami bersumber pada Al-Qur’an, Al-sunnah dan hasil ijtihad pakar pendidikan Islam yang berorientasi kekinian selaras dengan kemajuan ilmu dan teknologi modern serta kebutuhan dan tuntutan masyarakat modern.
Islam memang tidak memberikan penjelasan secara eksplisit terkait konsep tentang kewirausahaan (entrepreneurship) ini, namun di antara keduanya mempunyai kaitan yang cukup erat; memiliki ruh atau jiwa yang sangat dekat, meskipun bahasa teknis yang digunakan berbeda.
Dalam Islam digunakan istilah kerja keras, kemandirian (biyadihi), dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun Hadis yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan kemandirian ini, seperti; “Amal yang paling baik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan cucuran keringatnya sendiri, ‘amalurrajuli biyadihi (HR.Abu Dawud)” ;
“Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”; “al yad al ‘ulya khairun min al yad al sufla”( HR.Bukhari dan Muslim)(dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada orang lain), atuzzakah. (Q.S. Nisa : 77)
“Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan manusia untuk bekerja keras agar kaya dan dapat menjalankan kewajiban membayar zakat)”.
Dalam sebuah ayat Allah mengatakan, “Bekerjalah kamu, maka Allah dan orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaan kamu”(Q.S. at-Taubah : 105). Oleh karena itu, apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah. (Q.S. al-Jumu’ah : 10)
Bahkan sabda Nabi, “Sesungguhnya bekerja mencari rizki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah fardlu” (HR.Tabrani dan Baihaqi).
Nash ini jelas memberikan isyarat agar manusia bekerja keras dan hidup mandiri.
Bekerja keras merupakan esensi dari kewirausahaan. Prinsip kerja keras, menurut Wafiduddin, adalah suatu langkah nyata yang dapat menghasilkan kesuksesan (rezeki), tetapi harus melalui proses yang penuh dengan tantangan (reziko). Dengan kata lain, orang yang berani melewati resiko akan memperoleh peluang rizki yang besar. Kata rizki memiliki makna bersayap, rezeki sekaligus reziko (baca; resiko).
Dalam sejarahnya Nabi Muhammad, istrinya dan sebagian besar sahabatnya adalah para pedagang dan entrepre mancanegara yang pawai. Beliau adalah praktisi ekonomi dan sosok tauladan bagi umat. Oleh karena itu, sebenarnya tidaklah asing jika dikatakan bahwa mental entrepreneurship inheren dengan jiwa umat Islam itu sendiri. Bukanlah Islam adalah agama kaum pedagang, disebarkan ke seluruh dunia setidaknya sampai abad ke -13 M, oleh para pedagang muslim.
Dari aktivitas perdagangan yang dilakukan, Nabi dan sebagian besar sahabat telah meubah pandangan dunia bahwa kemuliaan seseorang bukan terletak pada kebangsawanan darah, tidak pula pada jabatan yang tinggi, atau uang yang banyak, melainkan pada pekerjaan.
Oleh karena itu, Nabi juga bersabda “Innallaha yuhibbul muhtarif” (sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan). Umar Ibnu Khattab mengatakan sebaliknya bahwa, “Aku benci salah seorang di antara kalian yang tidak mau bekerja yang menyangkut urusan dunia.
Keberadaan Islam di Indonesia juga disebarkan oleh para pedagang. Di samping menyebarkan ilmu agama, para pedagang ini juga mewariskan keahlian berdagang khususnya kepada masyarakat pesisir. Di wilayah Pantura, misalnya, sebagian besar masyarakatnya memiliki basis keagamaan yang kuat, kegiatan mengaji dan berbisnis sudah menjadi satu istilah yang sangat akrab dan menyatu sehingga muncul istilah yang sangat terkenal jigang (ngaji dan dagang).
Sejarah juga mencatat sejumlah tokoh Islam terkenal yang juga sebagai pengusaha tangguh, Abdul Ghani Aziz, Agus Dasaad, Djohan Soetan, Perpatih, Jhohan Soelaiman, Haji Samanhudi, Haji Syamsuddin, Niti Semito, dan Rahman Tamin.
Apa yang tergambar di atas, setidaknya dapat menjadi bukti nyata bahwa etos bisnis yang dimiliki oleh umat Islam sangatlah tinggi, atau dengan kata lain Islam dan berdagang ibarat dua sisi dari satu keping mata uang. Benarlah apa yang disabdakan oleh Nabi, “Hendaklah kamu berdagang karena di dalamnya terdapat 90 persen pintu rizki” (HR. Ahmad).
Adapun Motif Berwirausaha Dalam Bidang Perdagangan menurut ajaran agama Islam, yaitu:
1. Berdagang buat Cari Untung?
Pekerjaan berdagang adalah sebagian dari pekerjaan bisnis yang sebagian besar bertujuan untuk mencari laba sehingga seringkali untuk mencapainya dilakukan hal-hal yang tidak baik. Padahal ini sangat dilarang dalam agama Islam. Seperti diungkapkan dalam hadis : “ Allah mengasihi orang yang bermurah hati waktu menjual, waktu membeli, dan waktu menagih piutang.”
Pekerjaan berdagang masih dianggap sebagai suatu pekerjaan yang rendahan karena biasanya berdagang dilakukan dengan penuh trik, penipuan, ketidakjujuran, dll.
2. Berdagang adalah Hobi
Konsep berdagang adalah hobi banyak dianut oleh para pedagang dari Cina. Mereka menekuni kegiatan berdagang ini dengan sebaik-baiknya dengan melakukan berbagai macam terobosan.Yaitu dengan open display (melakukan pajangan di halaman terbuka untuk menarik minat orang), window display (melakukan pajangan di depan toko), interior display (pajangan yang disusun didalam toko), dan close display (pajangan khusus barang-barang berharga agar tidak dicuri oleh orang yang jahat).
3. Berdagang Adalah Ibadah
Bagi umat Islam berdagang lebih kepada bentuk Ibadah kepada Allah swt. Karena apapun yang kita lakukan harus memiliki niat untuk beribadah agar mendapat berkah. Berdagang dengan niat ini akan mempermudah jalan kita mendapatkan rezeki. Para pedagang dapat mengambil barang dari tempat grosir dan menjual ditempatnya. Dengan demikian masyarakat yang ada disekitarnya tidak perlu jauh untuk membeli barang yang sama. Sehingga nantinya akan terbentuk patronage buying motive yaitu suatu motif berbelanja ketoko tertentu saja.
Berwirausaha memberi peluang kepada orang lain untuk berbuat baik dengan cara memberikan pelayanan yang cepat, membantu kemudahan bagi orang yang berbelanja, memberi potongan, dll. Perbuatan baik akan selalu menenangkan pikiran yang kemudian akan turut membantu kesehatan jasmani. Hal ini seperti yang diungkapkan dalam buku The Healing Brain yang menyatakan bahwa fungsi utama otak bukanlah untuk berfikir, tetapi untuk mengembaliakn kesehatan tubuh. Vitalitas otak dalam menjaga kesehatan banyak dipengaruhi oleh frekwensi perbuatan baik. Dan aspek kerja otak yang paling utama adalah bergaul, bermuamalah, bekerja sama, tolong menolong, dan kegiatan komunikasi dengan orang lain.
4. Perintah Kerja Keras
Kemauan yang keras dapat menggerakkan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh. Orang akan berhasil apabila mau bekerja keras, tahan menderita, dan mampu berjuang untuk memperbaiki nasibnya. Menurut Murphy dan Peck, untuk mencapai sukses dalam karir seseorang, maka harus dimulai dengan kerja keras. Kemudian diikuti dengan mencapai tujuan dengan orang lain, penampilan yang baik, keyakinan diri, membuat keputusan, pendidikan, dorongan ambisi, dan pintar berkomunikasi. Allah memerintahkan kita untuk tawakkal dan bekerja keras untuk dapat mengubah nasib. Jadi intinya adalah inisiatif, motivasi, kreatif yang akan menumbuhkan kreativitas untuk perbaikan hidup. Selain itu kita juga dianjurkan untuk tetap berdoa dan memohon perlindungan kepada Allah swt sesibuk apapun kita berusaha karena Dialah yang menentukan akhir dari setiap usaha.
5. Perdagangan/ Berwirausaha Pekerjaan Mulia Dalam Islam
Pekerjaan berdagang ini mendapat tempat terhormat dalam ajaran Islam, seperti disabdakan Rasul :
“ Mata pencarian apakah yang paling baik, Ya Rasulullah?”Jawab beliau: Ialah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang bersih.” (HR. Al-Bazzar).
Dalam QS.Al-Baqarah:275 dijelaskan bahwa Allah swt telah menghalalkan kegiatan jual beli dan mengharamkan riba. Kegiatan riba ini sangat merugikan karena membuat kegiatan perdagangan tidak berkembang. Hal ini disebabkan karena uang dan modal hanya berputar pada satu pihak saja yang akhirnya dapat mengeksploitasi masyarakat yang terdesak kebutuhan hidup.
v Perilaku Terpuji dalam Perdagangan/ Berwirausaha
Menurut Imam Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji dalam perdagangan, yaitu :
Tidak mengambil laba lebih banyak.
Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang miskin. Memurahkan harga dan memberi potongan kepada pembeli yang miskin sehingga akan melipatgandakan pahala. Bila membayar hutang, maka bayarlah lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan. Membatalkan jual beli bila pihak pembeli menginginkannya. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih apabila orang tersebut tidak mampu membayarnya dan membebaskan ia dari hutang apabila meninggal dunia.
2. Manajemen Utang Piutang
Hutang ini sudah melekat pada kehidupan masyarakat kita. Dosa hutang tidak akan hilang apabila tidak dibayarkan. Bahkan orang yang mati syahidpun dosa utangnya tidak berampun. Jadi jika seseorang meninggal, maka ahli warisnya wajib melunasi hutang tersebut. Tapi jika orang tersebut telah berusaha membayarnya, tetapi memang betul-betul tidak mampu, dan ia kemudian meninggal dunia, maka Rasul saw menjadi penjaminnya. Seperti dalam hadis berikut :
“ Barang siapa dari umatku yang punya hutang, kemudian ia berusaha keras untuk membayarnya, lalu ia meninggal dunia sebelum lunas hutangnya, maka aku sebagai walinya.” (HR. Ahmad).
3. Demonstration Effect Menyebabkan Faktor Modal Menjadi Beku
Demonstration Effect atau pamer kekayaan akan dapat mengundang kecemburuan social, orang lain menjadi iri, mengundang pencuri/perampok, membuat modal masyarakat menjadi beku dan membuat masyarakat tidak produktif. Nabi saw menganjurkan agar kita menggunakan uang untuk kepentingan yang di ridhoi Allah, terutama untuk tujuan pengembangan produktivitas yang digunakan untuk kepentingan umat. Dalam sebuah hadist disebutkan :
“ Barang siapa mengurus anak yatim yang mempunyai harta, maka hendaklah ia memperdagangkan harta ini untuknya, jangan biarkan harta itu habis termakan sedekah (zakat).” (HR. At-Tarmidzi dan Ad-Daruquthni).
Dalam hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila kita memiliki modal, maka janganlah disimpan begitu saja, tetapi harus digunakan untuk sesuatu yang menghasilkan.
4. Membina Tenaga Kerja Bawahan
Hubungan antara pengusaha dan pekerja harus dilandasi oleh rasa kasih sayang, saling membutuhkan, dan tolong menolong. Hal ini dapat dilihat dari hubungan dalam bidang pekerjaan. Pengusaha menyadiakan lapangan kerja dan pekerja menerima rezeki berupa upah dari pengusaha. Pekerja menyediakan tenaga dan kemampuannya untuk membantu pengusaha untuk menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan. Majikan mempunyai hak untuk memerintah bawahan dan mendapat keuntungan. Majikan juga mnemiliki kewajiban yaitu membayar upah karyawan sesegera mungkin dan melindungi karyawannya. Seperi dalam hadist berikut :
“ Berikanlah kepada karyawanmu upahnya sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)
Sebagai majikan kita juga harus menyayangi dan memperlakukan bawahan dengan baik karena itu bertentangan dengan ajaran islam.
v Sifat-Sifat Seorang Wirausaha
Sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha yang sesuai dengan ajaran agama Islam adalah :
Sifat Takwa, Tawakkal, Zikir, dan Syukur
Sifat ini harus dimiliki oleh wirausahawan karena dengan sifat-sifat itu kita akan diberi kemudahan dalam menjalankan setiap usaha yang kita lakukan. Dengan adanya sifat takwa maka kita akan diberi jalan keluar penyelesaian dari suatu masalah dan mendapat rizki yang tidak disangka. Dengan sikap tawakkal, kita akan mengalami kemudahan dalam menjalankan usaha walaupun usaha yang kita jalani memiliki banyak saingan. Dengan bertakwa dan bertawakkal maka kita akan senantiasa berzikir untuk mengingat Allah dan bersyukur sebagai ungkapan terima kasih atas segala kemudahan yang kita terima. Dengan begitu, maka kita akan merasakan tenang dan melaksanakan segala usaha dengan kepala dingin dan tidak stress.
2. Jujur
Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa :”Kejujuran akan membawa ketenangan dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan.”(HR. Tirmidzi). Jujur dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan orang lain maka akan membuat tenang lahir dan batin.
3. Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk beribadah kepada Allah sehingga hasil yang didapat nanti juga akan digunakan untuk kepentingan dijalan Allah.
4. Azzam dan bangun Lebih Pagi
Rasul saw mengajarkan agar kita berusaha mencari rezeki mulai pagi hari setelah shalat subuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :” Hai anakku, bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah kamu tergolong orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki manusia antara terbitnya fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR. Baihaqi)
5. Toleransi
Sikap toleransi diperlukan dalam bisnis sehingga kita dapat menjadi pribadi bisnis yang mudah bergaul, supel, fleksibel, toleransi terhadap langganan dan tidak kaku.
6. Berzakat dan Berinfak
“ Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah tidak akan akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”(HR. Muslim). Dalam hadist tersebut telah diungkapkan bahwa dengan berzakat dan berinfak maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat gandakan rizki kita. Dengan berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita sehingga harta yang kita peroleh memang benar-benar harta yang halal.
7. Silaturahmi
Dalam usaha, adanya seorang partner sangat dibutuhkan demi lancarnya usaha yang kita lakukan. Silaturrahmi ini dapat mempererat ikatan kekeluargaan dan memberikan peluang-peluang bisnis baru. Pentingnya silaturahmi ini juga dapat dilihat dari hadist berikut :”Siapa yang ingin murah rizkinya dan panjang umurnya, maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi.”(HR. Bukhari)
B. Jiwa Kewirausahaan
1. Karakter Jiwa Kewirausahaan
-Percaya diri
-Berorientasi tugas dan hasil
-Keberanian mengambil resiko
-Kepemimpinan
-Berorientasi ke masa depan
-Orisinal (kreativitas dan inovasi)
-Berpandangan jauh ke depan
Kategori menjadi pengusaha :
-Confidence modalities (terlahir dan dibesarkan dari keluarga yang memiliki tradisi kuat dalam berwirausaha).
-Emotion modalities (segaja sudah mempersiapkan diri untuk berwirausaha).
-Tension modalities (adanya faktor/keadaan yang memaksa sehingga tidak ada pilihan lain selain berwirausaha).
Sejarah kewirausahaan menunjukkan bahwa Wirausahawan mempunyai karakteristik umum serta berasal dari kelas yang sama. Para pemula revolusi industri Inggris berasal dari kelas menengah dan menengah bawah. Dalam sejarah Amerika pada akhir abad ke sembilan belas, Heillbroner mengemukakan bahwa rata-rata Wirausahawan adalah anak dari orang tua yang mempunyai kondisi keuangan yang memadai, tidak miskin dan tidak kaya. Schumpeter menulis bahwa Wirausahawan tidak membentuk suatu kelas sosial tetapi berada dari semua kelas.
Menurut Mc Clelland, karakteristik Wirausahawan adalah sebagai berikut :
1. Keinginan untuk berprestasi.
Penggerak psikologis utama yang memotivasi Wirausahawan adalah kebutuhan untuk berprestasi, yang biasanya diidentifikasikan sebagai kebutuhan. Kebutuhan ini didefinisikan sebagai keinginan atau dorongan dalam diri orang yang memotivasi perilaku ke arah pencapaian tujuan. Pencapaian tujuan merupakan tantangan bagi kompetisi individu.
2. Keinginan untuk bertanggung jawab.
Wirausahawan menginginkan tanggung jawab pribadi bagi pencapaian tujuan. Mereka memilih menggunakan sumber daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan dan bertanggung jawab sendiri terhadap hasil yang dicapai. Akan tetapi mereka akan melakukannya secara berkelompok sepanjang mereka bisa secara pribadi mempengaruhi hasil-hasil.
3. Preferensi kepada resiko-resiko menengah.
Wirausahawan bukanlah penjudi. Mereka memilih menetapkan tujuan-tujuan yang membutuhkan tingkat kinerja yang tinggi, suatu tingkatan yang mereka percaya akan menuntut usaha keras tetapi yang dipercaya bisa mereka penuhi.
4. Persepsi pada kemungkinan berhasil.
Keyakinan pada kemampuan untuk mencapai keberhasilan adalah kwalitas kepribadian Wirausahawan yang penting. Mereka mempelajari fakta-fakta yang dikumpulkan dan menilainya. Ketika semua fakta tidak sepenuhnya tersedia, mereka berpaling pada sikap percaya diri mereka yang tinggi dan melanjutkan tugas-tugas tersebut.
5. Rangsangan oleh umpan balik.
Wirausahawan ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan mempelajari seberapa efektif usaha mereka.
6. Aktifitas enerjik.
Wirausahawan menunjukan enerji yang jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata orang. Mereka bersifat aktif dan mobil dan mempunyai proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara baru. Mereka sangat menyadari perjalanan waktu. Kesadaran ini merangsang mereka untuk terlibat secara mendalam pada kerja yang mereka lakukan.
7. Orientasi ke masa depan.
Wirausahawan melakukan perencanaan dan berpikir ke depan. Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi jauh di masa depan.
8. Ketrampilan dalam pengorganisasian.
Wirausahawan menunjukkan ketrampilan dalam organisasi kerja dan orang-orang dalam mencapai tujuan. Mereka sangat obyektif dalam memilih individu-individu untuk tugas tertentu. Mereka akan memilih yang ahli bukan teman agar pekerjaan bisa dilakukan dengan efisien.
9. Sikap terhadap uang.
Keuntungan finansial adalah nomor dua dibandingkan arti penting dari prestasi kerja mereka. Mereka hanya memandang uang sebagai lambang kongkret dari tercapainya tujuan dan sebagai pembuktian dari kompetensi mereka.
2. Management Pendidikan Islam Berbasis Sosial Enterpeneur
- Peluang Usaha Kecil yang sedang dikembangkan.
Untuk mendayagunakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim serta menghadapi tantangan kedepan seperti otonomi daerah, liberalisasi perdagangan, perubahan pasar internasional lainnya. Pemerintah sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing (Competiveness), berkerakyaratan (People-Driven), berkelanjutan (Sustainable) dan terdesentralistis (Decentralized).
Pembangunan pertanian dalam kerangka system agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : (1) Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); (2) Sub agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sara produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan (4) Sub jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas.
Sedangkan Strategi Sistem Agribisnis diatas harus bersinergi kedalam 4 sub-sistem yang terjabarkan sebagai berikut: Keterkaitan 4 sub Sistem dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Upstream Agribusiness
Sub sistem agribisnis hulu berupa pengembangan industri yang menghasilkan barang modal bagi pertanian, yaitu industri pembenihan atau pembibitan, tanaman, ternak ikan industri agro kimia (Agro-otomotif) seperti pupuk, pestisida, obat, vaksin ternak/ikan, sindustri alat dan mesin pertanian.
2. Onfarm agribusiness
Sub sistem pertanian primer berupa pengembangan kegiatan budidaya yang menghasilkan komoditi pertanian primer (usaha tani tanaman pangan, usahatani hortikultura, usahatani tanaman obat-obatan) usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan, dan usaha kehutanan.
3. Downstream agribusiness
Sub sistem Agribisnis Hilir berupa pengembangan industri-industri yang mengolah komoditi pertanian primer menjadi olahan seperti makanan dan minuman, industri pakan ternak, industri barang-barang serat alam, industri farmasi, industri bio-energi dan lain-lain.
4. Services for Agribusiness
Sub Sistem penyedia jasa Agribisnis berupa fasilitas Perkreditan, transportasi, pergudangan, Litbang, Pendidikan SDM dan kebijakan ekonomi.
Dalam artian, peluang akan membuka usaha kecil dan menengah terbuka pada 4 subsistem agribisnis, yang menjadi kendala saat ini, adakah jiwa-jiwa kewirausahaan dan kepemimpinan untuk segera mempergunakan peluang tersebut.
- Penerapan Teori Kebutuhan Maslow Dalam Bisnis Kecil
Penerapan Teori Kebutuhan Maslow dalam menumbuhkan dukungan yang kuat para anggota perusahaan yang bersaing dalam: inovasi” dan “peningkatan kualitas” sehingga terjadi peningkatan kinerja dan keuntungan perusahaan. Motivasi merupakan proses interaksi antara kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goals)
Mengapa dua produk yang sama, dijual oleh dua perusahaan yang berbeda, memberikan hasil yang berbeda ? Suatu perusahaan membuat produk yang dapat dijual, bukan menjual produk yang dapat dibuat, karena itu perusahaan perlu mengenali pelanggan dan mengidentifikasi kebutuhannya. Dengan demikian perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Salah satu kegagalan dari produk baru, biasanya adalah karena mereka salah mengenali kebutuhan konsumen. Perusahaan mengharapkan konsumennya menjadi pelanggan, sehingga ada kontinuitas pembelian.
Dalam pemenuhan kebutuhan konsumen, wirausahawan tidak dapat menciptakan suatu produk untuk memenuhi semua kebutuhan. Diversifikasi produk perlu dilakukan untuk melayani semua kebutuhan. Berbagai usaha dilakukan perusahaan untuk membuat pelanggannya merasa istimewa. Selain untuk meningkatkan penjualan juga untuk membangun loyalitas pelanggan. Perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas, sehingga mereka yang menjalankan organisasi tahu apa yang ingin dicapai dan dapat melakukan perencanaan dan implementasinya.
Kunci dari keberhasilan Perusahaan untuk mencapai tujuan yaitu membangun loyalitas pelanggan dalam arti luas dapat dijabarkan bahwa: pelanggan bukan semata-mata hanya orang yang membutuhkan produk yang dihasilkan oleh perusahaan tetapi jauh lebih luas, dalam Total Quality Management dijelaskan yang termasuk pelanggan adalah: Konsumen, Pekerja, dan pemilik. Kelemahan mendasar pada bisnis kecil adalah mengabaikan arti dan makna motivasi ini, pemilik biasanya hanya memperhatikan pada tingkat kebutuhan dasar, belum lagi, pemerintah telah mematok upah minimum regional misalnya, justru ini akan menjadi acuan untuk menggaji karyawannya sebatas atau sebesar UMR itu sendiri. Pada akhirnya banyak bisnis kecil yang tidak bertahan lama
3. Ciri – ciri Pendidikan Islam yang Di jiwai Sosial Enterpeneur
Keberhasilan seorang entrepreneur dalam Islam bersifat independen. Artinya keunggulannya berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini selain menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak dalam praktek–praktek negatif dan bertentangan dengan peraturan, baik peraturan agama maupun peraturan teknis negara tentang usaha. Integritas entrepreneur muslim tersebut terlihat dalam sifat – sifatnya, antara lain:
1. Taqwa, tawakal, zikir dan bersyukur.
Seorang entrepreneur muslim memiliki keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran agamanya sebagai jalan keselamatan, dan bahwa dengan agamanya ia akan menjadi unggul. Keyakinan ini membuatnya melakukan usaha dan kerja sebagai dzikir dan bertawakal serta bersyukur pasca usahanya.
2. Motivasinya bersifat vertical dan horisontal.
Secara horizontal terlihat pada dorongannya untuk mengembangkan potensi dirinya dan keinginannya untuk selalu mencari manfaat sebesar mungkin bagi orang lain. Sementara secara vertical dimaksudkan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT. Motivasi di sini berfungsi sebagai pendorong, penentu arah dan penetapan skala prioritas.
3. Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim, menjalankan usaha merupakan aktifitas ibadah sehingga ia harus dimulai dengan niat yang suci (lillahi ta’ala), cara yang benar, dan tujuan serta pemanfaatan hasil secara benar. Sebab dengan itulah ia memperoleh garansi keberhasilan dari Tuhan.
4. Azam “Bangun Lebih Pagi”
Rasulullah mengajarkan kepada kita agar mulai bekerja sejak pagi hari. Setelah sholat Subuh, kalau tidak terpaksa, sebaiknya jangan tidur lagi. Bergeraklah untuk mencari rezeki dari Rab-mu. Para malaikat akan turun dan membagi rezeki sejak terbit fajar sampai terbenam matahari.
5. Selalu berusaha Meningkatkan llmu dan Ketrampilan
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan, dua pilar bagi pelaksanaan suatu usaha. Oleh karenanya, memenej usaha berdasarkan ilmu dan ketrampilan di atas landasan iman dan ketaqwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang entrepreneur.
6. Jujur
Kejujuran merupakan salah satu kata kunci dalam kesuksesan seorang entrepreneur. Sebab suatu usaha tidak akan bisa berkembang sendiri tanpa ada kaitan dengan orang lain. Sementara kesuksesan dan kelanggengan hubungan dengan orang lain atau pihak lain, sangat ditentukan oleh kejujuran keduabelah pihak.
7. Suka Menyambung Tali Silaturahmi
Seorang entrepreneur haruslah sering melakukan silaturahmi dengan mitra bisnis dan bahkan juga dengan konsumennya. Hal ini harus merupakan bagian dari integritas seorang entrepreneur muslim. Sebab dalam perfektif Islam, silaturahmi selain meningkatkan ikatan persaudaraan juga akan membuka peluang – peluang bisnis baru.
8. Menunaikan Zakat, Infaq dan Sadaqah ( ZIS )
Menunaikan zakat, infaq dan sadaqah harus menjadi budaya entrepreneur muslim. Menurut Islam sudah jelas, harta yang digunakan untuk membayar ZIS, tidak akan hilang, bahkan menjadi tabungan kita yang akan dilpatgandakan oleh Allah, di dunia dan di akhirat kelak.
9. Puasa, Sholat Sunat dan Sholat Malam
Hubungan antara bisnis dan keluarga ibarat dua sisi mata uang sehingga satu sama lain tidak bisa dipisahkan. Sebagai seorang entrepreneur, disamping menjadi pemimpin di perusahaannnya dia juga menjadi pemimpin di rumah tangganya. Membiasakan keluarga, istri, anak, untuk melaksanakan puasa-puasa atau sholat-sholat sunat dan sholat malam harus dilakukan seorang entrepreneur muslim, karena dapat memberikan bekal rohani untuk menjalankan usahanya.
10. Mengasuh Anak Yatim
Sebagai entrepreneur, mengasuh anak yatim merupakan kewajiban. Mengasuh atau memelihara dalam arti memberikan kasih sayang dan nafkah (makan, sandang, papan dan biaya pendidikan). Lebih baik lagi bila juga kita berikan bekal (ilmu/agama/ketrampilan) sehingga mereka akan mampu mandiri menjalani kehidupan di kemudian hari.
Sebagai konsekuensi pentingnya kegiatan entrepreneurship, Islam menekankan pentingnya pembangunan dan penegakkan budaya entrepreneurship dalam kehidupan setiap muslim. Budaya entrepreneurship muslim itu bersifat manusiawi dan religius, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya. Dengan demikian pendidikan entrepreneur muslim akan memiliki sifat – sifat dasar yang mendorongnya untuk menjadi pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja.
Jiwa entrepreneur seseorang bukanlah merupakan faktor keturunan, namun dapat dipelajari secara ilmiah dan ditumbuhkan bagi siapapun juga. Pendidikan entrepreneurship dapat dilakukan apabila pendidik sudah memiliki jiwa entrepreneur yang tinggi. Yang penting dan yang utama dari pendidikan entrepreneurship adalah semangat untuk terus mencoba dan belajar dari pengalaman. “Gagal itu biasa, berusaha terus itu yang luar biasa”, mungkin seperti itulah gambaran yang harus dikembangkan oleh manusia-manusia Indonesia agar tetap eksis dalam pertarungan bisnis yang semakin transparan dan terbuka.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut.
Dengan melihat realita secara jujur dan objektif, maka orang sadar bahwa menumbuhkan mental wirausaha merupakan terobosan yang penting dan tidak dapat ditunda-tunda lagi. Kita semua harus berpikir untuk melihat dan melangkah ke arah sana.
Dalam Islam, baik dari segi konsep maupun praktik, aktivitas kewirausahaan bukanlah hal yang asing, justru inilah yang sering dipraktikkan oleh Nabi, istrinya, para sahabat, dan juga para ulama di tanah air. Islam bukan hanya bicara tentang entrepreneurship (meskipun dengan istilah kerja mandiri dan kerja keras), tetapi langsung mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
Lembaga pendidikan melalui para praktisinya harus lebih konkret dalam menyiapkan program kegiatan pembelajaran yang benar-benar dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya spirit kewirausahaan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Yukl, Gary, 1996,
“Kepemimpinan Dalam kewirausahaan”, Prerhallindo, Jakarta.
Ahmad Tafsir.
Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. PT. Remaja Rosda Karya. Bandung. 1991.
M. Ismail
Yusanto dan M. Karebet Wijayakusuma. Menggagas Bisnis Islami.
Ya’qub. Kode
Etik Dagang Menurut Islam.
http://wirausahanet.tripod.com/id10.html
http://pendidikanentrepreneurshipdalamperspektifislam.rifqiemaulana.wordpress.com
http://fadhilwahyudi.multiply.com/journal/item/44/MUTIARA_KEGIATAN_WIRAUSAHA_MENURUT_ISLAM
http://insaniaku.files.wordpress.com/2009/03/4-islam-dan-mental-kewirausahaan-subur.pdf
http://islamkuno.com/2008/02/01/pemberdayaan-masyarakat-dan-kewirausahaan/
http://www.scribd.com/doc/4933265/PENGELOLAAN-KEWIRAUSAHAAN
http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=10450
http://ipo.lab.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=14